Puisi W.S. Rendra

"Hidup Itu Seperti Uap
yang Sebentar Saja Kelihatan, Lalu Lenyap"

Ketika orang memuji milikku,
aku berkata bahwa ini hanya titipan saja,

bahwa mobilku adalah titipan-Nya,
bahwa rumahku adalah titipan-Nya,
bahwa hartaku adalah titipan-Nya,
bahwa putra-putriku hanyalah titipan-Nya.

Tapi mengapa aku tidak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkannya kepadaku?
Untuk apa Dia menitipkan semuanya kepadaku?

Dan kalau bukan milikku,
apa yang seharusnya aku lakukan untuk milik-Nya ini?
Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Malahan, ketika diminta kembali,
kusebut itu musibah,
kusebut itu ujian,
kusebut itu petaka,
kusebut itu apa saja
untuk melukiskan bahwa semua itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
ku minta titipan yang cocok dengan
kebutuhan duniawi:
aku ingin lebih banyak harta,
aku ingin lebih banyak mobil,
aku ingin lebih banyak rumah,
aku ingin lebih banyak popularitas.
Dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua derita adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih-Nya
harus berjalan seperti penyelesaian matematika
dan sesuai dengan kehendakku.

Aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita itu menjauh dariku,
dan nikmat dunia seharusnya kerap menghampiriku.

Betapa curangnya aku,
kuperlakukan DIA seolah mitra dagangku,
dan bukan sebagai KEKASIH.

Kuminta DIA membalas perlakuan baikku,
dan menolak keputusan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginanku.

Padahal, setiap hari ku ucapkan,
Hidup dan Matiku Hanyalah untuk-Mu.

Mulai hari ini
ajari aku agar menjadi pribadi yang selalu bersyukur
dalam setiap keadaan,
dan menjadi bijaksana
mau menuruti kehendak-Mu saja ya, ALLAH

Sebab aku yakin
ENGKAU akan memberikan anugerah dalam hidupku.
KEHENDAKMU adalah yang ter-BAIK bagiku.

Ketika aku ingin hidup kaya,
aku lupa
bahwa hidup itu sendiri
adalah sebuah kekayaan.

Ketika aku berat untuk memberi,
aku lupa
bahwa semua yang aku miliki
juga adalah pemberian.

Ketika aku ingin jadi yang terkuat,
aku lupa
bahwa dalam kelemahan
Tuhan memberikan aku kekuatan.
Ketika aku takut rugi,
aku lupa
bahwa hidupku adalah
sebuah keberuntungan
kerana anugerah-NYA.

Ternyata hidup ini sangat indah ketika kita selalu bersyukur kepada-Nya.

Bukan karena hari ini indah kita bahagia.
Tetapi, karena kita bahagia
maka hari ini menjadi indah.

Bukan karena tak ada rintangan kita menjadi optimis.
Tetapi karena kita optimis, rintangan akan menjadi tak terasa.

Bukan karena mudah, kita yakin bisa.
Tetapi karena kita yakin bisa,
semuanya menjadi mudah.

Bukan karena semua baik, kita tersenyum.
Tetapi karena kita tersenyum, maka semua menjadi baik.

Tak ada hari yang menyulitkan kita kecuali kita sendiri yang membuat sulit.

Bila kita tidak dapat menjadi jalan besar,
cukuplah menjadi jalan setapak
yang dapat dilalui orang.

Bila kita tidak dapat menjadi matahari,
cukuplah menjadi lentera
yang dapat menerangi sekitar kita.

Bila kita tidak dapat berbuat sesuatu untuk seseorang,
maka berdoalah untuk
kebaikannya.

*) Puisi terakhir WS Rendra,
 dibuat sesaat sebelum beliau wafat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saksi

Rugi Dunia dan Akhirat

Selamat Jalan Bulan Ramadhan.