Ainun Pindah Ke Dimensi Lain #2

Baiklah blogku kali ini masih meceritakan detik-detik wafatnya Ibu Negara yaitu Ibu Ainun dan kesetian Pak BJ. Habibie terhadap Ibu Ainun.

"AINUN PINDAH KE DIMENSI LAIN" #2


 Hari demi hari berjalan dan ketegangan BJ. Habibie dan seluruh keluarga serta handai taulan, baik di Jerman maupun di Indonesia, muncul tiada henti-hentinya. Satu per satu pesan yang sampai dan beredar dan menenangkan adalah permintaan untuk tetap berdoa. Ternyata ini dilakukan bukan hanya oleh keluarga, tetapi juga rakyat Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan, yang mengetahui kondisi prihatin ainun, istri Presiden ke-3 RI ini, bersama-sama turut memanjatkan doa kesembuhan selesai sholat Jum’at.

Sampai pada sebuah titik klimaks. Ini ditulis Pak BJ. Habibie secara kronologis: “ Hari Rabu tanggal 19 Mei 2010 pukul 00.15, ketika saya sedang melaksanakan sholat tahajud untuk Ainun, dokter dari ICCU menelpon menyampaikan bahwa Ainun segera harus dioperasi untuk ke-12 kalinya. Saya berjalan cepat ke ICCU dan terus-menerus memanjatkan doa untuk Ainun. Bersama dengan dokter, saya mengantar Ainun ke ruangan operasi. Sambil berjalan dan berdoa, saya pegang tangan Ainun yang dalam keadaan sadar  menengok ke wajah saya. Saya merasakan getaran nurani dan telepati Ainun penuh dengan kasih sayang dan cinta. Bibirnya bergetar memanjatkan doa dan demikian pula halnya dengan saya. Subhanallah walhamdulillah, Allahu Akbar!

Hari Jum’at tanggal 21 Mei 2010 sekitar pukul 11.00 pagi, saya dipanggil Prof. Dr. Steinbeck, Prof. Dr. Bruns, dan Prof. Dr. Zwissler untuk membicarakan mengenai keadaan Ainun. Setelah saya mendengar penjelasan panjang lebar mengenai keadaan Ainun, mereka meminta persetujuan saya untuk mengoperasi lagi Ainun hari itu juga.

Saya menyampaikan kepada mereka: “ Anda sudah mengoperasi istri saya 12 kali dalam 4 minggu dan hasilnya makin memprihatinkan. Apakah jikalau istri saya dioperasi lagi anda dapat menggaransi keadaan Ainun lebuh baik? Jikalau anda memberi garansi maka saya akan menyetujui istri saya dioperasi lagi untuk ke- 13 kalinya.”

Jawaban mereka: “Kami tidak dapat memberi garansi.” “ Kalau demikian apa gunanya anda mengoperasi istri saya lagi? Saya tidak dapat menyetujui Anda operasi istri saya lagi. Saya serahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saya hanya memohon kepada Anda semua untuk tidak memberi beban rasa sakit kepada istri saya. Demikian putusan saya.”

Setelah itu mereka bernafas lega dan saya bertanya: “ Anda   bertiga Profesor dan pakar dalam bidangnya masing-masing. Apakah Anda membenarkan kebijaksanaan saya? Apakah Anda semua dalam keadaan seperti saya akan membuat kebijaksanaan yang sama?”

Mereka serentak menjawab: “Kebijakan Profesor Habibie sudah benar dan tepat. Apabila kami dalam keadaan Profesor Habibie, maka kami akan mengambil kebijaksanaan yang sama. Kemungkinannya sedikit istri anda dapat tertolong.’

Susah sekali bagi saya untuk menanhan emosi sehingga terpaksa menangis di depan para Profesor sambil mengatakan: jika sampai waktunya istri saya akan tidur selama-lamanya, maka jangan diperlihatkan monitor denyutan jantungnya kepada saya. Saya pernah melihat itu ketika Ibu yang melahirkan saya meninggal di rumah sakit Singapura 20 tahun yang lalu. Saya takut menjadi histeris sedih. Tolong hindari itu.”

Tangal 21 Mei 2010, saya diperkenannkan untuk tinggal sampai jam 04.00 pagi, hari Sabtu tanggal 22 Mei 2010 di kamar ICCU Ainun. Ainun tidur tenang dan saya terus mendampinginya  dan memegang tangannya. Shalat tahajud saya laksanakan di sampingnya dan pada shalat Shubuh saya bisikan di telinganya doa dan juga semua doa saya bisikan ditelinganya. Ainun tetap tenang.  Pukul 04.15 dokter dan perawat menyarankan supaya saya tidur sebentar di kamar 106 station F22 . nanti setelah pukul 10.00 saya dapat kembali lagi ke ruangan ICCU. Saran mereka saya terima dan saya berjalan sendiri ke kamar 106 tersebut.

Pukul 10.00 pagi tanggal 22 Mei 2010 Pak BJ. Habibie ke kamar ICCU sambil membawa air zam-zam yang dibwah oleh seorang pengurus ICMI Eropa beberapa hari lalu menengok Ainun, mereka membawa sebotol besar air zam-zam, sekitar setengah liter dari Mekah. Semula Pak BJ. Habibie menyimpan air zam-zam itu untuk membri minum kepada Ainun jika sudah diperkenankan. Setelah shakat Zhuhur, Pak BJ. Habibie mengambil inisiatif untuk membersih denangan handuk kecil yang dibasahi dengan air zam-zam seluruh tubuh dari kepala Ibu Ainun sampai ke ujung kakinya  sambil membaca Surat al-Fatihah berulang-ulang. Ia dibantu oleh Ir. Andina, cucu wanita kakak saya yang sedang berada bersama saya di ruang ICCU.

Pukul 17.20, profesor masuk ke ruangan  dan matanya memandang mata saya, sambil mengangguk memberikan tanda detik-detik Ibu Ainun di dunia kita dan Ibu Ainun akan sebentar lagi akan pindah ke alam dan dimensi lain. Ketika itu saya bisikkan di telinga Ibu Ainun berkali-kali Asyhadu anla ilaaha ilallaah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.

Tepat pukul 17.30 waktu Muenchen, Ibu Ainun dengan tenang dan damai pindah ke alam dimensi lain diiringi doa yang datang dari getaran nurani saya dan saya bisikkan di telinganya, sebuah doa sbb:

48 Tahun 10 hari, ALLAH ENGKAU telah menitipkan Cinta Abadi yang menjadikan kami MANUNGGAL. MANUNGGAL  yang terpatri oleh Cinta Yang Murni, Suci, Sempurna dan Abadi.

Hari ini 17.30, Ainun telah tidur untuk selamanya dan pindah ke Alam Barzah meninggalkan saya di dunia.

INNAA LILLAHI WAINAA ILAHI ROOJI’UUN AINUN saya sangat cinta padamu.

ALLAH pencipta Alam semesta dan umat manusia lebih mencintaimu.

ALLAH, berilah ketenangan, ketentraman, kenikmatan, di sisi-MU pada AINUN Istriku tercinta di Alam Barzah.

Terima kasih Allah, KEMANUNGGALAN kami di Dunia, di Alam Barzah melekat di diri kami sepanjang masa.

Allah berilah kepada Ainun dan saya kekuatan untuk mengatasi semua yang sedang dan akan kami hadapi.

Ampuni dosa kami dan lindungi kami dari pencemaran CINTA murni, suci, sempurna dan abadi kami.

Sejak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta dengan upacara kenegaraan yang pantas sebagai penyandang bintang Mahaputra Adipradana. Dengan inspektur upacara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Malam harinya, bertempat di kediaman Presiden Ke-3 RI itu, dilaksakan tauziah selama 40 hari, tanpa diorganisir dan tanpa peduli hujan, setiap malam dihadiri ribuan jamaah tanpa terputus. Jamaah datang dari berbagai penjuru Jakrta bahkan Jabodetabek, termasuk keluarga dan handai taulan. Di sudut ruang pendopo rumahnya, Pak BJ. Habibie setiap malam juga hadir melakukan shalat Maghrib dan shalat Isya lalu mendengarkan ceramah, melebur dengan para hadirin. Padahal setiap sore, tanpa ter[utus setiap hari selama 100 hari, Pak BJ. Habibie juga tetap berziara ke makam istrinya, mengganti kembang melati dan anggrek di pusara istrinya agar selalu sear setiap hari.

Di Makam Pahlawan Kalibata, ia duduk di kursi menyimak pembacaan Yasin dan Tahlilan serta doa dengan khidmat, lalu diakhiri dengan menyiram air ke atas pusara istrinya. Ada yang bertanya, tradisi manakah gerangan yang digunakan ini? Menabur kembang dan menyiram pusara, bukankah dalam Islam tidak demikian? Tradisi semacam ini bisa dilihat pada tradisi orang Bugis jika berziara ke makam tidak menyebut “berziarah”, tetapi “Mabblolo”, dalam bahasa Bugis “menyiram”. Berziara biasanya digunakan jika mengadakan silaturahmi ke rumah keluarga  dan handai taulan di Hari Raya Idul Fitri.

Tetapi, cara apapun yang digunakan, yang penting seseorang bisa merasakan kepuasan dan tentram mengominikasikan perasaan dan jiwa kepada mereka di alam sana. Pak BJ. Habibie sendiri mengatakan bahwa dengan datang ke makan dan memanjatkan doa, saya merasakan di tempat itu adalah koordinat yang terdekat untuk menyampaikannya.

Rasa cinta Pak BJ. Habibie kepada Ibu Ainun istrinya bukanlah sekedar ucapan di mulut. Ia pernah mengungkapkan kepada ribuan hadirin dan pejabat tinggi dan guru besar pada pidato Penganugerahaan Gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Filsafat dan Teknologi Universitas Indonesia, 30 Januari 2010.
“ Saya menerima penghargaan ini atas nama keluarga saya dan anak-anak, menantu dan cucu, khususnya kepada istri saya tercinta, dokter Hasri Ainun Habibie yang telah mendampingi dengan kesetiaan yang tulus serta dengan pengorbanan yang ikhlas, sehingga saya menjadi hamba Allah seperti sekarang ini.” Dari kursi para tamu  terhormat, istrinya, Hasri Ainun Habibie sejenak tersenyum kecil, kemudian dengan ekspresi yang tidak berubah, ia mendengar lagi Pak BJ. Habibie menutup pidato penganugerahaan itu dengan kalimat, “Di balik sukses seorang tokoh, tersembunyi peran dua perempuan yang amat menentukan, yaitu ibu dan istri.” Hal yang sama juga disampaikan kepada semua hadirin dan civitas akademika Aula ITB Bandung, ketika diundang menyampaikan Presidential Lecture 2010.

Ucapan Pak BJ. Habibie seperti ini, memang bukan sekedar basa-basi. Sejatinya demikianlah kandungan perasaannya sehari-hari terhadap Ibu Ainun istrinya yang telah 48 tahun 10 hari mendampinginya dalam suka dan duka. Ekspresi perasaannya yang jujur, tulus, dan sejati. Tidak hanya dalam kata-kata. Siapa pun yang pernah mengenal kehidupan kedua insan ini, pastilah memakluminya. Hubungan kasih sayang yang lahir batin itu, bukan hanya dibangun dalam satu dua tahun, tetapi 48 tahun 10 hari. Dibangun dengan kesucian, ketegaran, ketulusan, mengolah hati, dan kebersamaan. Sejak menjadi keluarga muda, kedua insan ini saling mendukung, menerima, dan memberi. Selama 48 tahun pula, mereka menempuh perjalanan rumah tangga yang pasang surut. Jauh dirantau, kembali ke Indonesia, menjadi menteri dalam Kabinet Pembangunan berturut-turut dan ditempa menjadi negarawan, Pak BJ. Habibie dan Ibu Ainun tidak pernah terpisahkan.

Pak BJ. Habibie tidak pernah melupakan peran ibu yang melahirkannya dan istrinya. Bagi Pak BJ. Habibie, ibu yang telah melahirkannya telah berperan penting dalam kehidupannya sampai ia berumur 24 tahun, kemudian sesudah itu, setelah ia berkeluarga maka estafet peran seorang wanita dalam kehidupannya dilanjutkan oleh istrinya. Dan itu terjadi selama 48 tahun 10 hari, sampai saat Ibu Ainun meninggalkannya. Dialah wanita yang diakui berperan utama dalam kehidupannya, dalam keadaan pahit dan senang. Sebaliknya bagi Ibu Ainun, “Suamilah yang diutamakan dan dia sebagi istri hanya di belakang layar. Suami baginya adalah makrokosmos dan ia sebagai istri adalah mikrokosmos. Ada malam dan ada siang, ada langit dan ada bumi. Keduanya harus berjalan sesuai dengan orbitnya, teratur indah dan harmonis.” Kini mereka secara ragawi sudah terpisahkan, tetapi secara rohani mereka telah manunggal dan tidak terpisahkan.


📝 Sumber cerita "MR. CRACK DARI PARE-PARE"



Mungkin sampai sini dulu ceritanya In syaa Allah saya akan melanjutkan cerita-cerita yang lainnya diblog saya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih buat kalian yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca atau membuka blog saya. Dan saya sangat menerima kritik dan saran dari kalian semuanya agar saya dapat lebih giat lagi belajar dalam menulis blog.
Terima kasih Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saksi

Rugi Dunia dan Akhirat

Selamat Jalan Bulan Ramadhan.